Rektor IPB, Arif Satria, memperingatkan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen per 1 Januari 2025 bisa berdampak buruk pada perekonomian, terutama sektor pertanian.
Dari perhitungan timnya, kenaikan PPN ini berpotensi menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) riil sebesar 0,03 persen, menekan ekspor hingga 0,5 persen, dan mendorong inflasi naik sekitar 1,3 persen.
Menurut Arif, sejak tahun 2000 tarif PPN sudah dipertahankan di angka 10 persen. Kemudian, pada 2022 naik menjadi 11 persen, dan rencananya naik lagi menjadi 12 persen di 2025. Ia menganggap kebijakan ini bisa menurunkan produktivitas pangan. Contohnya, produksi rumput laut, tebu, kelapa sawit, teh, jambu mete, hingga kopi kemungkinan ikut terdampak.
Baca Juga: Dua Pajak Baru Kendaraan Bermotor Mulai Januari 2025
Tak hanya itu, kenaikan tarif PPN juga dinilai akan memicu kenaikan harga bahan pokok, seperti daging unggas, beras, dan susu. Ia memberi contoh, harga unggas bisa naik hingga 0,3 persen, sementara harga susu dan beras premium juga diprediksi ikut merangkak naik (meski mungkin tidak terlalu besar).
Selain mendorong kenaikan harga, kenaikan tarif PPN disinyalir akan mengurangi lapangan kerja di sektor pertanian, khususnya bagi komoditas seperti rumput laut, karet, tebu, kelapa sawit, dan jambu mete.
Walaupun Arif mengakui, dalam jangka pendek penerimaan negara mungkin naik, ia menegaskan bahwa pemerintah sebaiknya memperhitungkan efek berganda (multiplier effect) secara matang. Salah satu alasannya, beberapa bahan pokok premium yang awalnya bebas pajak sekarang akan dikenakan PPN, misalnya daging dan beras premium.
Pada akhirnya, Arif berharap pemerintah benar-benar mempertimbangkan berbagai dampak kenaikan tarif PPN ini, mulai dari inflasi, tenaga kerja, ekspor, sampai kenaikan harga komoditas.
Sementara itu, pemerintah menjelaskan bahwa kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen dilakukan untuk mematuhi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan tarif ini dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.