Kabar mengejutkan datang dari salah satu pionir e-commerce Indonesia, Bukalapak. Perusahaan yang sempat mencatatkan rekor IPO terbesar di Indonesia ini baru saja mengumumkan penghentian penjualan barang fisik di platform marketplace mereka. Kini, mereka memilih untuk fokus pada penjualan produk digital virtual seperti pulsa, token listrik, dan layanan pembayaran BPJS Kesehatan.
Keputusan ini tentu mengundang tanda tanya besar, mengingat Bukalapak sempat menjadi primadona saat IPO pada Agustus 2021 dengan mengumpulkan dana fantastis sebesar Rp21,90 triliun. Namun, perjalanan di bursa saham ternyata tak semulus yang diharapkan.
Perjalanan Roller Coaster di Bursa Saham
Saat pertama kali melantai di bursa, saham Bukalapak (BUKA) tampil memukau dengan kenaikan 24,71% ke level Rp1.060 per saham. Kapitalisasi pasarnya bahkan menembus Rp109 triliun, menempatkannya dalam jajaran saham papan atas atau Big Caps.
Baca Juga: Investasi Kecil-kecilan yang Menguntungkan
Sayangnya, kejayaan ini tak bertahan lama. Sejak IPO hingga Januari 2025, saham BUKA telah anjlok drastis sebesar 86,24%, dengan kapitalisasi pasar yang menyusut hingga tersisa Rp12,06 triliun. Bahkan, saham ini pernah menyentuh titik terendah di Rp109 per saham pada Agustus 2024.
Dana IPO yang Belum Terserap Maksimal
Yang menarik, dari dana IPO yang terkumpul, masih tersisa Rp9,8 triliun yang belum terserap hingga pertengahan 2024. Dana ini masih tersimpan dalam berbagai instrumen keuangan seperti deposito, giro, dan obligasi. Kondisi ini bahkan memancing perhatian OJK yang telah beberapa kali memberikan peringatan kepada Bukalapak untuk segera menggunakan dana tersebut sesuai rencana awal.
Muhammad Farras Farhan, Analis dari Samuel Sekuritas, memandang keputusan Bukalapak untuk hanya menjual produk virtual sebagai "sinyal permintaan bantuan" dan bukan sekadar strategi bisnis biasa. Menurutnya, perusahaan sedang dalam fase restrukturisasi bisnis besar-besaran.
Baca Juga: Bukalapak Tutup Marketplace: Transformasi Bisnis Menuju Layanan Digital
Langkah Bukalapak ini menunjukkan betapa ketatnya persaingan di industri e-commerce Indonesia, di mana pemain-pemain besar seperti Shopee, TikTok-Tokopedia, dan Lazada terus mendominasi pasar. Kita tunggu saja bagaimana transformasi bisnis Bukalapak ini akan berdampak pada masa depan perusahaan.